Sabtu, 26 Mei 2012

Bolsters to Cry on

guling lecek-ku
Di sebuah majalah edisi bulan lalu ada artikel yang judulnya A Shoulder to Cry on. Artikel tersebut singkat tapi isinya mantap. Tentang kekuatan ukhuwah seorang muslim dengan muslim lain yang berbalut ikatan al wala' dalam sebuah kesamaan ideologi yang dianggap ancaman oleh Sidney Jones dkk tapi justru kurang disadari oleh kaum muslimin bahwa itu sebuah kekuatan yang sangat ditakuti musuh-musuh Islam. Kalo pengen cerita lengkapnya sila baca majalah An-najah edisi April kalo gak salah.

Trus nyambungnya dimana sama postingan ini? He...aku terinspirasi sama judulnya saja kok. A Shoulder to Cry on aku ubah jadi Bolsters to Cry on. Sebagai wanita gak usah malu mengakui kalo dia makhluk yang cengeng. Walopun di depan orang tampak tegar dan kuat, tapi kala sendiri dia mudah meneteskan airmata. Saat kondisi lagi sensi, ada masalah dan sebenernya dia butuh teman sekedar untuk mendengarkan curhatnya tapi tak ada teman di sisinya. Curhat ke teman bisa tetep jalan via telpon atau malah berpuitis ria via sms, tapi saat harus meneteskan airmata no shoulder to cry on. Trus gimana donk? Tak ada rotan akarpun jadi, there's no shulder to cry on but there's bolsters to cry on. Thank's my friends and my bolsters too...you always be with me when i need you.

Published with Blogger-droid v2.0.1

2 komentar:

  1. bisa looh curhat ke sayah.. hehe..

    miss that time, when we were in 1st grade of senior hi school.. :D

    we were deskmates.. --> iki bener po ora nulise? :P

    BalasHapus
  2. hehe...jaman masih podho geje ya [padahal skrg jg msh geje]. inget meja qt yg spesial ituh gak?

    BalasHapus