Sabtu, 06 Oktober 2012

Shalihah Tidak Mutlak Tergantung Suami

Kalau ngomongin istri/wanita durhaka, kita sering disuguhi kisah istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth. Mereka adalah dua orang wanita yang menjadi perumpamaan wanita kafir (Q.S. At-Tahrim:10).
Dan ketika membahas wanita sholihah, kita sering mendapati kisah Asiyah istri Fir'aun dan Maryam ibunda Nabi Isa. Mereka adalah perumpamaan bagi wanita beriman (Q.S. At-Tahrim:11-12).
Cermatilah kisah mereka. Ada siapa di sisi kedua istri durhaka itu? Ya, ada manusia sholih yang telah Alloh utus menjadi nabi, yaitu Nuh dan Luth. Dan ada siapa di sisi wanita sholihah Asiyah? Ya, ada manusia durhaka bernama Fir'aun yang mengaku dirinya sebagai tuhan. Dan siapa di sisi Maryam? Beliau menjadi wanita sholihah tanpa ada laki-laki (suami) di sisinya.
Dari keempat wanita yang kisahnya Alloh abadikan dalam Al-Qur'an itu, aku ingin mengatakan bahwa menjadi seorang muslimah sholihah tidak mutlak tergantung pada siapa laki-laki yang mendampinginya. Tidak ada istilah "suargo nunut neroko katut".
Memang benar dalam rumah tangga laki-laki adalah qowam. Alhamdulillah ketika laki-laki yang menjadi pemimpin kita adalah yang bisa selalu mengingatkan kita, selalu semangat dalam dakwah, selalu membimbing dan mengarahkan kita. Namun, ketika yang Alloh takdirkan pada kita tidaklah demikian, bukan berarti wanita tersebut gak bisa maju. Jangan sampe, istri yang punya banyak potensi yang bermanfaat untuk ummat, terkendala geraknya lantaran suami yang gak punya semangat ngaji apalagi memberi kontribusi bagi ummat.
Itulah perlunya memaksimalkan pembinaan ketika masa akhwat. Jodoh adalah rahasia Alloh, ketika kita dipertemukan dengan yang lebih baik dari kita, itu berarti peluang bagi akhwat untuk terdongrak, jangan malah menjadi penghalang melesatnya prestasi suami. Ketika yang dipertemukan dengan kita adalah yang sekufu, saatnya menjadi partner yang saling memotivasi. Dan ketika yang dipertemukan dengan kita sedikit di bawah kita kefahamannya [tapi ingat ukhti, hilangkan kesombonganmu ketika ini terjadi karena bisa dengan cepat suamimu kelak akan lebih paham darimu], maka saatnya engkau menjadi pendongkrak suamimu kelak. Tapi janganlah menyetir, karena laki-laki tidak suka disetir. Jadilah navigator yang selalu mengarahkan. Dengan kesabaranmu tidak menutup kemungkinan prestasi suamimu akan melejit. Tapi ketika suami justru enggan diajak melaju, janganlah semua itu menghalangimu untuk bergerak, untuk berdakwah dan berkontribusi bagi ummat.
Jadi, menjadi istri sholihah tidaklah mutlak tergantung pada suami. Mumpung masih akhwat, bekali...bekali...dan teruuuus bekali diri. Terus perbaiki diri dan minta pada Alloh agar dipertemukan dengan yang terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar