Jumat, 11 Februari 2011

Mengubah Mindset Orang Tua

Beloved Parents
Tiap jum'at pagi kira-kira jam 9, aku rutin (kalo pas di rumah 'n lagi online) ndengerin kajian streaming yg khusus mbahas tentang rumah tangga dengan sejuta problematikanya. Yach walaupun belum married gak ada salahnya ikutan menyimak. Wah..wah...ternyata dalam berumah tangga ada berjuta problematika. Jadi jangan dibayangin yang indah-indah thok dalam  sebuah pernikahan. Tapi yo jangan jadi takut nikah karena takut punya sejuta masalah setelah berumah tangga.


Beneran banyak belajar dari listeners yang kasih komen maupun tanya2 ke narasumber. Ada akhwat yang curhat udah 5 kali gagal ta'aruf. Ada ibu yang cerita kalo dia dan suami bertengkar karena punya pandangan berbeda dalam pola didik anak. Ada ibu muda yang ngeluh karena gak bisa sabar pada nenek mertuanya yang udah sangat "sepuh", harus merawat nenek mertuanya padahal dia punya baby dan dia juga masih kuliah. Ada akhwat yang minta solusi karena dia sudah usia 25 tahun tapi belum ada keinginan untuk menikah. Sepertinya kalau dibukukan akan lebih banyak orang yang mengambil ibroh dari kasus-kasus tersebut.


Buat aku yang masih terus menyiapkan bekal menuju kehidupan rumah tangga, obrolan-obrolan tersebut bener-bener aku jadikan bekal. Banyak buku-buku tema pernikahan yang ada tapi gak banyak yang njelasin kasus-kasus real yang dihadapi saat berumah tangga seperti yang disampaikan oleh listeners kajian tersebut. Di rak bukuku aja ada 2 buku tebel tentang nikah karya Ust Fauzil Adhim 'n Salim A. Fillah yang udah aku pinjem entah sejak kapan tapi gak khatam2 juga (gimana mau khatam, dibaca aja enggak, he...). Ada rasa malas baca buku-buku itu karena isinya teori banget. Aku lebih suka belajar dari mendengar cerita seseorang, lewat kajian streaming ini misalnya. Atau cerita dari teman yang udah nikah. Atau cerita dari ummahat yang sangat mudah mengalir saat aku silaturahim ke rumahnya atau saat aku nemenin temen yang lagi KPN (Kuliah Pra Nikah). Nah lo...kalo untuk dapet gelar sarjana aja kita kudu kuliah mati2an, apalagi untuk urusan nikah, wajib ada kuliah juga. hehehe...
Dari beberapa episode kajian keluarga yang aku simak via streaming itu, aku sempet nanya beberapa hal.
  1. Beberapa kasus dalam keluarga ikhwan-akhwat yang orang tuanya sudah faham Islam, tapi justru putra-putri mereka setelah dewasa malah "susah diatur". Misal putrinya yang udah SMA tapi tampilanya modis, pakai celana ketat 'n krudung kecil. Contoh lain ada anak seorang ikhwan yang kabur dari pondok karena gak tahan dengan aturan di pondok dan hobinya malah nonton konser. Sedari kecil mereka sudah diajari dan diberi contoh oleh ortunya untuk hidup Islami, tapi setelah remaja atau dewasa malah mereka ingin bebas dengan aturan-aturan itu. Pertanyaanku, bagaimana sebaiknya mendidik dan memahamkan anak tentang syari'at Islam sedari kecil tetapi yang tidak menimbulkan rasa jenuh dan bosan kelak setelah mereka beranjak remaja dan dewasa? Ustadz menjawab, pahamkan anak tentang syari'at dengan metode yang tepat. Tidak sekedar memerintah ini dan itu. Tapi ketika mengajak anak untuk melakukan sesuatu, buat anak memahami arti penting dari setiap amalan yang dia lakukan sehingga ketika mereka melakukan itu, mereka akan enjoy. Tidak merasa sekedar perintah orang tua, tapi itulah perintah Allah yang ketika kita lakukan Alloh akan lebih sayang dengan kita. Ketika sedari kecil mereka enjoy maka setelah dewasa mereka tidak akan merasa jenuh atau malah merasa terkekang dan ingin terbebas dari aturan-aturan tersebut. 
  2. Apa yang aku tanyakan ini, mungkin mewakili pertanyaan teman2 akhwat yang lain. Begini, tentunya sebagai seorang akhwat kita faham bahwa kewajiban utama seorang wanita setelah menikah adalah menjadi seorang istri sholihah dan ibu bagi putra-putrinya. Namun terkadang ada benturan dengan orang tua yang juga merasa berhak atas diri kita, sehingga menuntut kita untuk bekerja yang layak (versi orang tua : PNS, kerja kantoran, dll). Sangat wajar mereka menginginkan seperti itu karena merekalah yang membiayai kita kuliah sampai sarjana bahkan sampai kuliah pasca sarjana. Tentunya mereka sangat ingin putra-putrinya menjadi orang sukses (sukses versi orang tua).  Pertanyaannya, bagaimana menghadapi kondisi seperti ini? Tetep pada prinsip bahwa fitroh seorang wanita adalah menjadi istri dan ibu tetapi tidak menyakiti perasaan orang tua? Beliau menjawab, kondisi seperti ini tidak akan menjadi masalah ketika orang tua punya mindset yang benar. Jadi intinya adalah mengubah mindset orangtua. Ubah pola pikir mereka yang saat ini masih menganggap menjadi wanita karir adalah wujud kesuksesan seorang wanita. Kita fahamkan mereka bahwa kesuksesan seorang wanita adalah ketika dia sukses mendidik anak-anaknya. Dengan waktu yang ibu berikan fulltime untuk anak-anak, anak-anak akan mendapat pendidikan level terbaik karena dididik oleh ibunya yang seorang berpendidikan dan faham agama. Bukan malah dididik oleh "rewang" yang gak faham agama yang dibayar untuk ndidik anaknya dan ibunya malah kerja dibayar orang lain untuk memajukan perusahaan atau instansi di luar sana. Bukan kesuksesan yang dia dapat, tapi dia telah gagal karena telah mengobarbankan anaknya, aset yang sangat berharga dunia akherat.
Itu dua pertanyaan yang pernah aku tanyakan pada narasumber. Mudah-mudahan bermanfaat juga buat yang lain. Oya, sebenarnya masih ada pertanyaan lain melanjutkan pertanyaanku yang kedua tadi, tapi belum sempat ditanyakan. Jawaban pertanyaan keduaku tadi adalah ubahlah mindset orang tua. Pertanyaanku sekarang, bagaimana mengubah mindset orang tua pada beberapa "tipe" orang tua? 
  1. Satu, tipe orang tua yang "pendidikannya tinggi dan berkarir/kerja kantoran"?. Mereka pasti ingin anaknya mengikuti jejaknya menjadi seorang yang punya karir bagus di perusahaan atau instansi tertentu.
  2. Dua, tipe orang tua yang "pendidikannya rendah dan pekerjaannya non kantoran (petani, buruh, dll)". Mereka pasti ingin anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik dari mereka sehingga berharap anaknya jadi pegawai kantoran supaya kehidupannya lebih baik.
Mudah-mudahan bisa ditanyakan di lain kesempatan. Oya, aku inget dulu pernah menanyakan pertanyaan di atas (pertanyaan ke2) pada seseorang. Beliau menjawab, pada prinsipnya setelah menikah seorang ikhwan dan akhwat harus menunjukkan kemandirian dan tidak lagi ketergantungan pada orang tua. Ketika orang tua melihat putra-putrinya sudah mandiri, insyaAlloh orang tua tidak akan terlalu banyak ikut campur tangan. Ya Allah, jadikanlah aku anak sholihah yang selalu berbakti pada orang tua dalam kebaikan. Dan jadikanlah aku kelak istri dan ibu yang sholihah yang taat pada suami dan mampu mendidik anak-anak agar mereka menjadi shalih dan sholihah.


Mudah-mudahan postingan ini bisa jadi bekal juga buat temen-temen yang lain. 

3 komentar:

  1. Bismillah....!
    Artikel yang menarik...!
    sebelumnya, ini blog yg tdk sngaja sy kunjungi ketika sdng mengesearch gambar-gambar salaf, dan bgt ngelink, langsung masuk ke blog ini.... jd afwan sebelumnya....!
    penasaran dgn blog yang sprtinya b'manhaj salaf ini, sy coba baca2 artikel2 di dlmnya. trmasuk artikel ttng mengubah mindset org tua ni.
    timbul p'tanyaan, karena di dlm artikel hanya tertullis ubah mindset ortu, tetapi tdk diberitahu bgaimana cara2 yang tepat, bagaimana sebenarnya cara yg tepat/yg baik yang kita lakukan dalam proses mengubah mindset ortu???. mungkin ini dari 'ana, yg tdk sengaja terlink ke blog ini. jazakumullahu khair wa barakallahu fikum,!

    BalasHapus
  2. Afwan.....
    msh ada 1 p'tanyaan lg,
    sy lht di blog anti ini ada gambarnya jg (foto, dsb)~ apa yg m'bwt anti bisa melakukan hal yg demikian??? bukankah dalam banyak hadits Raulullah SAW melarang dari bergambar, kemudian Syaikh Al-Bani rahimahullah dgn tegas menyatakan haramnya, menurut yg saya ketahui.....! atau apakh anti memiliki dalil lain yg kuat seputar bolehnya bergambar.....?
    barakallahu fik.....!

    BalasHapus
  3. -ttg bagaimana mengubah mindset ortu blm saya tanyakan langsung pada ustadz. tapi berdasarkan pengalaman temen-teman, untuk mengubahnya perlu proses dan waktu yang cukup lama, yaitu dengan pendekatan dan komunikasi yang baik ke orang tua. saya sendiri masih dalam proses tersebut.
    -ttg gambar, syukron koreksinya.

    BalasHapus