Selasa, 10 Juni 2014

Anak Abah dan Umi Tercinta, HASAN...

Tepat 11 hari aku menyandang predikat umi. Sebuah predikat yang kuperoleh dengan sebuah perjuangan yang tak kusangka sebegitu beratnya. Tak dapat kuungkap dengan kata-kata. Namun dapat kuungkap dengan air mata yang spontan mengalir saat kudengar tangismu anakku Hasan. Ingin rasanya langsung kudekap erat dirimu saat itu, namun apa daya, umi masih terkapar di bawah lampu operasi.
Sungguh tak terbayang harus kulalui ini. Setelah umi berjuang hampir 12 jam untuk persalinan normal namun tidak berhasil. Alloh berkehendak lain dan pasti apa yang Alloh kehendaki itulah yang terbaik.
Mamah...sekarang aku telah merasakan perjuangan menjadi seorang umi. Ternyata berat. Maaf ya mah...jika selama ini banyak kesalahan telah kubuat dan itu menyakitimu. Doakan aku ya mah...agar aku bisa mendidik putraku, cucu mamah dan papah tercinta. Sungguh masih sangat panjang perjalananku membesarkan dan mendidik mereka.
Suamiku...sekarang kita telah menjadi abah dan umi. Doa kita untuk dikarunia buah hati penyejuk pandangan telah Alloh kabulkan. Mari kita eratkan pegangan tangan kita. Kita bimbing dek Hasan menjadi seorang mujahid. Ingatkan umi saat umi lupa ya bah... Doakan umi supaya jadi umi yang tangguh. Menjadi menjadi mar'ah sholihah, zaujah sholihah dan ummu murobbiyah seperti yang selalu abah sampaikan pada umi. Maafkan umi ya bah jika umi belum bisa menjadi apa yang abah harapkan. Bimbing dan doakan umi selalu. Umi sayang abah... Semoga Alloh persatukan kita di dunia dan di jannah-Nya, aamiin...
Putraku Hasan...abah memberimu nama Hasan agar kelak engkau menjadi seorang yang dapat mempersatukan kaum muslimin seperti Hasan cucu Rosululloh. Tumbuhlah anakku menjadi pribadi yang sholeh, cerdas, kuat dan berjiwa pejuang. Semoga abah dan umi bisa mengantarmu menjadi pejuang Islam. Abah dan umi sayang dek Hasan.
Robbi...perkenankan doa-doa kami dan ampunkan dosa-dosa kami...aamiin

Di pojok kamar kita ditemani dek Hasan yang sedang bobok nyenyak. Purwokerto, 10 Juni 2014, 02:53

Selasa, 04 Maret 2014

Doaku untuk Kita

Pernah suatu kali di bulan pertama pernikahan kita, kebetulan saat itu adalah bulan romadhon, kau mengirimku sebuah sms yang intinya begini "apa doa yang kau minta setiap kali waktu berbuka?". Diantara sederet doa yang lain, aku hanya kirimkan padamu ini melalui sms
Doaku untuk kita..."Robbi...kuatkan ikatan cinta diantara kami,jadikan kami pasangan suami istri yang selalu bersyukur dan bersabar atas nikmat dan ujian yg Engkau berikan pada kami dalam mengarungi bahtera rumah tangga..karuniakan pada kami buah hati penyejuk mata di waktu terbaik menurut Engkau..
Aamiin..."
Dan ternyata kau simpan smsku itu, dan pada waktu-waktu tertentu dan entah sudah berapa kali kau kirim lagi smsku itu padaku. Selalu saja muncul sebuah perasaan yang sulit aku ungkapkan setiap kali kau kirim ulang smsku itu padaku. Jazakumulloh selalu mengingatkanku untuk selalu bersyukur dan bersabar. Jazakumulloh atas cinta dan kasih sayang yang kau berikan padaku. Maafkan aku jika belum bisa menjadi istri seperti yang kau harapkan. Bimbing aku selalu. Semoga kau selalu gandeng aku dan anak-anak kita kelak menuju jannahNya. Aamiin ya Robb...
Sungguh, aku mencintaimu karena Alloh...

Senin, 13 Januari 2014

Jangan Katakan "Kapan Semua Ini Usai?"

Enam bulan sudah aku menjadi seorang istri. Enam bulan juga aku meninggalkan Purwokerto. Kota dimana kuhabiskan masa kecilku hingga aku menikah. Bahkan seluruh masa akhwatku semua kulalui di kota nan SATRIA itu. Saat ini, di kota yang kata orang istimewa ini [baca:Yogyakarta], aku tak bisa melupakan masa-masa akhwatku di Purwokerto. Penuh semangat, ceria, penuh warna, bahagia walaupun terkadang juga terselip rasa lelah, sedih, air mata dan sejuta rasa lainnya. Hari-hari itu kulewati seolah tak mengijinkanku untuk sejenak beristirahat. Masa-masa pasca lulus kuliah yang penuh tantangan. Agenda-agenda dakwah, mengajar bimbel sebagai kesibukan agar orang tua melihat bahwa aku "bekerja", tuntutan orang untuk segera menikah dan berkarir sesuai ijazah s2 ku. Hmm..kunikmati masa-masa itu selama 2 tahun. Nikmat benar rasanya, walau sesekali di tengah penatnya hari, diantara setumpuk masalah yang datang, di sela-sela lelahnya fisik yang tak jarang juga pulang hingga malam, terkadang mata ini basah dan hati ini berteriak "Kapan semua ini usai? Kapan Alloh hadirkan seorang laki-laki yang akan menjadi imamku?".
Pikirku saat itu simple, dengan menikah selesai sudah semua masalah. Aku tidak harus pergi pagi pulang malam untuk berbagai macam aktivitas yang begitu melelahkan itu.
Dan benar, setelah menikah sepanjang hari kuhabiskan waktuku di rumah. Walaupun sebenernya aktivitas dakwah dan mengajar tetap aku jalani. Tapi semua itu tak sepadat dulu. Kalo dulu semasa akhwat, tiada hari tanpa keluar rumah untuk urusan dakwah, saat ini sepekan mungkin hanya 2 atau 3 kali saja. Kalo dulu keluar rumah untuk mengajar sehari bisa sampai 4 atau 5 tempat, sekarang sehari paling sekali dan itu pun dirumah.
Aku menyesal karenda dulu pernah terbersit dalam hati sebuah pertanyaan "kapan semua ini usai?" Karena kini, aku benar-benar merindukan masa akhwatku. Masa dimana sepanjang hari tidak ada waktu untuk istirahat. Dulu tangisku ingin semua itu usai. Kini tangisku justru karena merindukan masa itu. Hmm...6 bulan masih kurang buatku untuk beradaptasi dengan aktivitas sebagai seorang istri yang lebih banyak memanfaatkan waktu di rumah. Dulu semasa akhwat, bisa berangkat jam 7 pagi pulang jam 7 malam, sekarang sejak pagi hingga pagi lagi tinggal di dalam rumah. Harus kreatif dalam memanfaatkan waktu di rumah untuk hal-hal positif. Bekal yang diperoleh semasa akhwat harus dijadikan modal untuk mengembangkan diri setelah menjadi ummahat. Dan pesanku untuk para akhwat, nikmati dan nikmati masa-masa akhwatmu, karena itu nanti yang akan sangat dirindukan. Maksimalkan peranmu sebagai seorang hamba Alloh, sebagai murabbiyah dan sebagai seorang anak. Jangan katakan kapan semua ini usai? Karena ketika usai, justru kita akan sangat merindukannya dan ingin kembali ke masa itu.
#Mungkin kalo sudah jadi umi, gak segitunya merasa kesepian karena ada dedek yang menemani. Buat dedek yang masih di perut umi, umi tunggu kehadiranmu sayang..kita akan habiskan banyak waktu kita bersama-sama..